Konsep Budaya Lokal dan Perkembangannya Di Indonesia

Indonesia terletak di wilayah yang menghampar dari ujung utara Pulau Weh sampai ke bagian timur di Merauke. Selain itu, Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dengan keragaman budaya yang dimilikinya. Konsep mengenai budaya lokal telah mengalami perkembangan. Pengertian lama budaya lokal sangat berkaitan dengan wilayah. Hal ini dapat dilihat dari 19 wilayah kebudayaan yang diajukan oleh Koentjaraningat.
1.
Aceh

9.
Gorontalo
2.
a.
Gayo, Alas, dan Batak

10
Toraja

b.
Nias dan Batu

11.
Sulawesi Selatan
3.
a.
Minangkabau

12.
Ternate

b.
Mentawai

13.
a.
Ambon
4.
a.
Sumatra Selatan


b.
Kepulauan Barat Daya

b.
Enggano

14.
Irian
5.
Melayu

15.
Timor
6.
Bangka dan Belitung

16.
Bali dan Lombok
7.
Kalimantan

17.
Jawa Tengah dan Jawa Timur
8.
a.
Minahasa

18.
Surakarta dan Yogyakarta

b.
Sangir Talaud

19.
Jawa Barat

Budaya lokal dalam pengertian tersebut terkait langsung dengan daerah. Seiring perkembangan zaman dan sistem sosial budaya, dewasa ini budaya lokal dimaknai sebagai pengetahuan bersama yang dimiliki sejumlah orang. Dengan demikian, budaya lokal dapat digunakan untuk merujuk budaya pedagang kaki lima, budaya pengemis, bahkan budaya sekolah. Batasan-batasan budaya menurut wilayah menjadi kabur dan tidak memadai lagi.

Budaya lokal meliputi berbagai kebiasaan dan nilai bersama yang dianut masyarakat tertentu. Pengertian budaya lokal sering di hubungkan dengan kebudayaan suku bangsa. Konsep suku bangsa sendiri sering dipersamakan dengan konsep kelompok etnik.

Menurut Fredrik Barth sebagaimana dikutip oleh Parsudi Suparlan, suku bangsa hendaknya dilihat sebagai golongan yang khusus. Kekhususan suku bangsa diperoleh secara turun temurun dan melalui interaksi antarbudaya.

Budaya lokal atau dalam hal ini budaya suku bangsa menjadi identitas pribadi ataupun kelompok masyarakat pendukungnya. Ciri-ciri yang telah menjadi identitas itu melekat seumur hidup seiring kehidupannya.
konsep budaya lokal di indonesia dan perkembangannya
Dengan demikian, pengertian budaya lokal tidak dapat dibedakan secara tegas. Mattulada sebagaimana dikutip Zulyani Hidayah, mengemukakan lima ciri pengelompokan suku bangsa dalam pengertian yang dapat disamakan dengan budaya lokal.
 Pertama, adanya komunikasi melalui bahasa dan dialek di antara mereka.
 Kedua, pola-pola sosial kebudayaan yang menumbuhkan perilaku dinilai sebagai bagian dari kehidupan adat istiadat yang dihormati bersama.
 Ketiga, adanya perasaan keterikatan antara satu dan yang lainnya sebagai suatu kelompok dan yang menimbulkan rasa kebersamaan di antara mereka.
 Keempat, adanya kecenderungan menggolongkan diri ke dalam kelompok asli, terutama ketika menghadapi kelompok lain pada berbagai kejadian sosial kebudayaan.
 Kelima, adanya perasaan keterikatan dalam kelompok karena hubungan kekerabatan, genealogis, dan ikatan kesadaran teritorial di antara mereka.

Beberapa budaya lokal dapat langsung dikenali dari bahasa yang digunakan di antara mereka. Bahasa merupakan simbol identitas, jati diri, dan pengikat di antara suku bangsa. Ironisnya, terdapat kondisi yang memprihatinkan disebabkan semakin banyak bahasa yang punah atau hampir punah di dunia, khususnya di Indonesia.

Salah satu contohnya adalah berita tentang bahasa Kaili yang sudah di ambang kepunahan. Bahasa Kaili adalah bahasa ibu masyarakat etnik Kaili. Suku bangsa Kaili merupakan kelompok terbesar atau mayoritas masyarakat Sulawesi Tengah (Sulteng). Bahasa Kaili terancam punah disebabkan pergeseran budaya yang terjadi dalam masyarakat Sulteng sendiri.

Kalangan muda Kaili mulai meninggalkan bahasa ibunya sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Nasib bahasa semakin tersudut karena ketiadaan standardisasi (pembakuan) ketatabahasaan Kaili.

Gejala yang sama juga terjadi di Tanah Sunda. Penutur bahasa Sunda terus berkurang. Pemerintah daerah (Pemda) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jabar telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pelestarian, Pembinaan, dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda. Ternyata, Perda tersebut tidak berlaku sebagaimana mestinya. Penduduk Jabar memang bukan hanya etnik Sunda, melainkan juga etnik Cirebon dan beberapa etnik lainnya.

Menurut penelitian, sikap masyarakat Sunda terhadap bahasa Sunda menunjukkan bahwa hanya sekira 35,4 persen keluarga Sunda yang menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa utama dalam komunikasi sosial sehari-hari, 47 persen berbahasa campuran Sunda-Indonesia, 64 persen berbahasa Indonesia, sebanyak 1,6 persen berbahasa campuran Sunda-Jawa-Indonesia dan 8,8 persen berbahasa campuran Sunda-Indonesia-Inggris.

Krisis penggunaan bahasa ibu di tanah air secara antropologis berdampak negatif terhadap kelestarian alam. Tersingkirnya bahasa-bahasa lokal (daerah) di Indonesia merupakan salah satu penyebab seringnya terjadi bencana alam (banjir, longsor, atau kerusakan hutan). Kepunahan berbagai bahasa daerah di tanah air, baik disengaja maupun tidak disengaja, telah menghilangkan kearifan lokal di berbagai bidang.

Banyak sekali idiom dalam bahasa lokal yang berhubungan erat dengan pengetahuan sosial, ekologi, teknologi, pengobatan, bahkan kelestarian lingkungan. Berbagai bencana alam yang semakin sering melanda Indonesia, terkait erat dengan pemahaman bahasa lokal yang berhubungan dengan pengetahuan sosial dan ekologi.

Kerusakan lingkungan alam juga disebabkan penyimpangan masyarakat dari pedoman kearifan tradisi yang ditunjukkan dengan berbagai ungkapan nenek moyang dalam bentuk klasifikasi bahasa. Proses mulai hilangnya bahasa-bahasa daerah di tanah air, juga diakibatkan semakin berkurangnya penutur asli bahasa lokal, haruslah dipandang sebagai suatu bencana sosial yang bersifat global.

Budaya lokal merupakan suatu kebiasaan dan adat istiadat daerah tertentu yang lahir secara alamiah, berkembang, dan sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah. Budaya masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman (pedesaan) yang tinggal di daerah pantai berbeda.

Budaya lokal masyarakat pedalaman (pedesaan) terlihat tenang dengan karakteristik masyarakatnya yang cenderung tertutup. Adapun budaya lokal masyarakat yang tinggal di daerah pantai terlihat keras dan karakteristik masyarakatnya relatif lebih terbuka.

Kekayaan budaya lokal di Nusantara dijadikan laboratorium hidup antropologi oleh para antropolog. Budaya lokal yang bersifat tradisional yang masih dipertahankan. Tidak semua nilai tradisional buruk dan harus dihindari. Justru nilai tradisional itu harus digali dan digunakan untuk mendukung dan membangun agar tidak bertentangan dengan nilai modern.

Tidak selamanya budaya lokal mengandung kerukunan. Jika dicermati secara mendalam, ada hal-hal yang dapat menyebabkan perpecahan, benturan pemahaman, dan makna. Misalnya, ada seorang dari suku tertentu datang berkunjung kepada temannya yang Suku Jawa.

Ketika ditawari makan, di depan meja itu banyak sayur (dalam bahasa Jawa jangan), ia menawari temannya dengan kata jangan. Temannya yang tidak mengerti bahasa Jawa akan bingung. Ia ditawari makan, tetapi setiap mau mengambil sayur dibilang jangan.

Dewasa ini, budaya lokal semakin berkembang. Apalagi sejak berkembangnya teknologi informasi yang canggih. Banyak budaya lokal yang diangkat dalam program acara di televisi. Sinetron dan film yang beredar mulai menggunakan sisipan bahasa daerah dan adanya kosakata dalam bahasa daerah itu menjadi kosakata nasional.

Contohnya, kata jomblo yang berasal dari bahasa Sunda yang artinya perempuan yang belum memiliki pasangan. Kata jomblo masuk menjadi kata umum yang berarti seseorang yang belum memiliki pasangan.
jomblo adalah bahasa Sunda dan merupakan salah satu contoh budaya lokal indonesia
Semakin dikenalkannya budaya lokal oleh berbagai media maka akan semakin berkembang budaya daerah tersebut. Hal ini bisa dilihat pada setiap ada acara yang melibatkan pejabat atau kunjungan tamu selalu disambut dengan tradisi setempat.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak keluar dari akar budayanya. Melestarikan budaya daerah bukan berarti ke tinggalan zaman atau kuno, melainkan justru orang modern adalah orang yang bisa mengembangkan budaya daerah.

Contoh negara Jepang. Walaupun mereka sudah maju, mereka tidak melupakan budaya tradisionalnya, seperti tradisi minum teh atau penggunaan Kimono. Orang Cina masih bangga menggunakan bahasanya. Apakah kita merasa bangga dengan budaya kita sendiri?

Comments

Popular posts from this blog

4 Fase Perkembangan Ilmu Antropologi Serta Contohnya

Pengertian Antropologi Secara Etimologi dan Ruang Lingkupnya

15 Pengertian Kebudayaan Secara Umum, Etimologi dan Menurut Para Ahli