Hubungan Bahasa dan Dialek : Makna, Kegunaan dalam Komunitas Masyarakat + Jenis/Macam di Indonesia

Bahasa yang digunakan dalam kehidupan manusia mengandung beragam dialek. Dialek tersebut memiliki variasi yang beragam. Variasi tersebut di antaranya ada yang berkaitan dengan aktivitas. M. Ramlan dan kawan kawan membagi ragam bahasa Indonesia menjadi sebagai berikut.


Pertama, ragam berdasarkan tempat misalnya dialek Jakarta, dialek Menado, dialek Jawa, dan sebagainya.


Kedua, ragam bahasa berdasarkan penutur terbagi menjadi ragam golongan cedekiawan dan ragam golongan bukan cendekiawan.


Ketiga, ragam bahasa berdasarkan sarana terbagi menjadi ragam lisan dan ragam tulisan.


Keempat, ragam bahasa berdasarkan bidang penggunaan terbagi menjadi ragam ilmu, ragam sastra, ragam surat kabar, ragam undang undang, dan lain lain.


Kelima, ragam bahasa berdasarkan suasana penggunaan, terbagi menjadi ragam resmi dan ragam santai.


Ada dua ciri bahasa yang saling bertentangan, yakni ciri universal dan ciri lokal (unik). Ciri universal bahasa, diantaranya terletak pada fonologi, morfologi, dan sematik yang ditemukan pada hampir semua bahasa yang terletak pada adjektiva mengikuti nomina, seperti rumah besar, jalan besar dan orang pandai yang juga ditemui di berbagai bahasa di dunia.


Sifat universal bahasa dapat juga ditemui di persamaan kata pada beberapa bahasa di dunia. Fakta ini memperkuat dugaan para ahli bahwa pada asal mulanya bahasa manusia itu adalah satu dan sama. Sifat lokal (unik) bahasa dapat ditemui pada setiap daerah dan waktu serta individu.


Lingua franca Indonesia adalah bahasa Indonesia, tetapi cara setiap orang Indonesia menggunakan bahasa Indonesia dapat kita tentukan asal usul daerah. Cara orang Ambon berbeda dengan orang Betawi dalam mengungkapkan sesuatu dalam Bahasa Indonesia. Begitu juga halnya dengan orang Minahasa, Madura, Batak, Jawa, dan sebagainya.


Keunikan itu pada akhirnya membentuk aksen, logat atau dialek yang disebut juga dengan idiolek idiolek. Bahasa Indonesia dengan dialek Betawi dapat kita temui pada Mandra yang terkenal dengan sinetronnya Si Doel Anak Sekolahan.


Bahasa Indonesia dengan dialek Madura diwakili oleh Kadir dalam sinetron Kanan Kiri Oke. Bahasa Indonesia dengan dialek Batak diwakili oleh Si Raja Minyak yang diperankan oleh Ruhut Sitompul dalam sinetron Gerhana, dan sebagainya.


1. Makna Dialek dan Bahasa


Bahasa sebagai suatu sistem memiliki multimakna. Dari sekianbanyak makna, ada tiga makna yang memunculkan variasi-variasi dandialek bahasa dalam kehidupan manusia, yaitu:


1. Bahasa bersifat unik. Artinya, tiap bahasa mempunyai sistem yang khas yang tidak harus ada dalam bahasa lain. Bahasa Jawa mempunyai 100 kata untuk menyebutkan berbagai anak binatang yang tidak ada dalam bahasa lain. Bahasa Inggris mempunyai lebih dari 50 kata untuk menggambarkan berbagai bentuk daun yang tidak dikenal dalam bahasa lain.


2. Bahasa mempunyai variasi variasi karena bahasa itu dipakai oleh kelompok manusia untuk bekerjasama dan berkomunikasi, karena kelompok manusia tersebut banyak ragamnya yang berinteraksi dalam berbagai lapangan kehidupan, serta penggunaan bahasa untuk berbagai macam keperluan.


Bahasa bersifat unik yang membuatnya berbeda dengan bahasa lainnya yang ada di dunia ini. Bahasa sangat variatif yang timbul dari keperluan dan pribadi pengguna bahasa. Bahasa sebagai sarana identifikasi kelompok sosial.


Menurut Harimurti Kridalaksana (1970) adalah waktu dan tempat. Menurut Robert Sibarani (2002) adalah budaya yang menjadi latar belakangnya. Bentuk bahasa yang sama mempunyai makna yang berbeda sesuai dengan kebudayaan yang menjadi wadahnya. Contohnya adalah:


a) Makna leksikon godang pada dialek Angkola/Mandailing berarti banyak sedangkan makna leksikon godang pada dialek Batak Toba berarti besar.


b) Makna leksikon penyakit kelaminnya telah bertambah larut (bahasa Malaysia) sama dengan penyakit istrinya telah bertambah parah (bahasa Indonesia).


c) Makna leksikon ran itu didiami oleh sekelamin orang sakai (bahasa Malaysia) sama dengan pondok itu didiami oleh sepasang orang Sakai (bahasa Indonesia).


d) Keadaan serupa dapat juga kita temui pada bahasa Jawa dan Sunda, yaitu :


Bahasa Sunda

Bahasa Jawa

Amis  manis

Amis  manis

Gedang  papaya

Gedung  pisang

Raos  enak

Raos  rasa

Atos  sudah

Atos  keras

Cokot  ambil

Cokot  gigit


3. Dengan bahasa suatu kelompok sosial bisa mengidentifikasi dirinya. Di antara semua ciri budaya, bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol, karena dengan bahasa tiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok lain. Gaya bahasa menunjukkan identitas suatu kelompok sosial.


Gaya bahasa Indonesia masyarakat Bugis berbeda dengan gaya bahasa masyarakat Samarinda, masyarakat Bali, masyarakat Madura, masyarakat Lampung, masyarakat Melayu Riau, masyarakat Aceh, dan sebagainya. Bahasa yang menunjukkan identifikasi social pemakainya disebut dengan masyarakat bahasa.


Menurut Halliday yang dikutip F.X. Rahyono dalam buku Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami Linguistik (2005), masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang merasa atau menganggap diri mereka memakai bahasa yang sama.


2. Bahasa dan Dialek yang Dipergunakan Berbagai Komunitas dalam Masyarakat


Berdasarkan tingkat keformalannya, bahasa dan dialek dialek yang berkembang di masyarakat juga memiliki berbagai variasi. Di dalam masyarakat terdapat komunitas tertentu yang menggunakan ragam bahasa formal dalam situasi tertentu, seperti upacara upacara kenegaraan, rapat rapat di kantor, khotbah di masjid atau pengambilan sumpah.


Sebaliknya, terdapat sekelompok masyarakat atau komunitas tertentu yang dalam aktivitas sehari hari menggunakan ragam bahasa non formal, seperti bahasa daerah, bahasa pedagang, bahasa gaul, dan bahasa seni.


Berikut ini akan dipaparkan berbagai contoh kelompok dalam masyarakat yang menggunakan berbagai ragam bahasa dan dialek, baik ragam bahasa yang resmi maupun yang tidak resmi yang digunakan di kantor, sekolah,pasar, terminal, kelompok kelompok remaja, dan arisan.


a. Di Lingkungan Pasar


Pasar adalah tempat terjadinya transaksi para pedagang dan para pembeli. Dalam transaksi tersebut akan terjadi tawar menawar barang hingga tercapai suatu kesepakatan harga di antara kedua belah pihak, yakni para pembeli dan penjual.


Di dalam transaksi tersebut digunakan ragam bahasa yang khas di kalangan kaum pedagang, yaitu ragam bahasa pasar. Ragam bahasa tersebut digunakan untuk bertransaksi menentukan harga. Biasanya dalam proses tawar menawar tersebut akan muncul istilah istilah harga barang yang tidak asing di lingkungan para pedagang pasar.


Istilah istilah harga barang yang merupakan bahasa para pedagang tersebut dalam ilmu folklore disebut dengan nama shoptalk. Misalnya, di Jakarta dan beberapa kota lain komunikasi dikalangan para pedagang selalu dilakukan dengan istilah istilah nilai harga yang diambil dari bahasa Cina Hokian, seperti jigo yang berarti dua puluh lima, cepe yang berarti seratus, ceceng yang berarti seribu, dan cetiau yang berarti satu juta.


Hubungan Bahasa dan Dialek : Makna, Kegunaan dalam Komunitas Masyarakat + Jenis/Macam di Indonesia


Contoh dialog antara penjual dan pembeli dengan menggunakan bahasa Jawa.

 Pembeli “Endhoge sekilo regane pira?”

                    (Telornya satu kilogram harganya berapa?).

 Penjual “Wolungewu limangatus rupiah, Bu”.

                   (Delapan ribu lima ratus rupiah, Bu).


b. Di Lingkungan Remaja


Salah satu ciri remaja adalah ingin bergaul dengan teman sebayanya. Upaya tersebut dilakukan dengan menggunakan ragam bahasa khusus yang hanya dipahami oleh anggota kelompok remaja. Penggunaan ragam bahasa khusus tersebut bertujuan agar mereka bisa berkomunikasi antara anggota kelompok remaja dengan lebih leluasa.


Sebagaimana di lingkungan pencopet maupun penjambret, dilingkungan para remaja juga terdapat penggunaan bahasa bahasa rahasia (cant), seperti yang dilakukan para remaja di Jakarta. Untuk berkomunikasi, mereka menciptakan bahasa rahasia dengan cara menukarkan konsonan suku kata pertama dengan suku kata kedua atau sebaliknya.


Misalnya, kata bangun setelah ditukarkan konsonannya dari kedua suku katanya berubah menjadi ngabun, katamakan menjadi kaman, kata baca menjadi caba, dan kata terus menjadi retus. Selain di Jakarta, di daerah Jawa Tengah terdapat kebiasaan yang serupa dengan yang dilakukan oleh kalangan remajadi Jakarta.


Adapun cara pembentukan bahasa khusus para remaja diJawa Tengah adalah dengan membalik konsonan (huruf mati) suatu kata bahasa Jawa. Misalnya, kata kowe (kamu) setelah dibalik huruf matinya dari suku suku katanya maka akan berubah menjadi woke.


c. Ragam Bahasa di Lingkungan Kantor dan Sekolah


Di lingkungan kantor, sekolah, perusahaan, dan pemerintahan, digunakan ragam bahasa serta dialek yang resmi, yakni bahasa dan dialek yang telah dipilih serta diangkat menjadi bahasa resmi negara.


Bahasa resmi negara adalah bahasa yang telah dipilih menjadi bahasa yang digunakan dalam administrasi negara, perundang undangan, dan upacara upacara resmi. Di Indonesia, bahasa resmi negara adalah bahasa Indonesia, yang berkembang dari bahasa Melayu. Di lingkungan lingkungan formal seperti di kantor, sekolah, dan pemerintahan selalu menggunakan bahasa Indonesia.


Hubungan Bahasa dan Dialek : Makna, Kegunaan dalam Komunitas Masyarakat + Jenis/Macam di Indonesia


Proses pemilihan suatu bahasa menjadi bahasa resmi negara dilakukan berdasarkan keadaan negara masing masing. Misalnya, di negara Eropa barat seperti Inggris, Prancis, dan Belanda suatu dialek dipilih menjadi bahasa resmi negara karena pengaruh politik, ekonomi, dan demografi sehingga satu dialek bahasa tertentu diakui dan diterima sebagai bahasa resmi negara.


Di Indonesia, bahasa Indonesia diakui sebagai bahasa resmi karena adanya beberapa faktor.


Pertama, karena bahasa Melayu yang menjadi cikal bakal bahasa Indonesia sejak zaman dahulu sudah menjadi bahasa perantara (lingua franca) di seluruh Nusantara.


Kedua, sifat struktur bahasa Melayu yang mudah menerima pengaruh luar untuk memperkaya kosa katanya (bersifat adaptif).


Ketiga, karena pertimbangan politik sebagai sarana untuk menentang pemerintahan kolonial Belanda.


Dengan adanya ketiga faktor di atas maka bahasa Melayu dipilih menjadi bahasa Indonesia dan diakui sebagai bahasa resmi negara atau bahasa nasional dan wajib digunakan dilingkungan kantor, sekolah serta, institusi negara lainnya.


d. Di Lingkungan Terminal


Ragam bahasa yang digunakan di tempat umum seperti terminal juga memiliki ciri khas tertentu. Terminal adalah tempat pemberhentian bus atau angkutan darat lainnya yang membawa penumpang dari berbagai daerah.


Karena terdiri dari para penumpang yang berasal dari berbagai daerah maka kelompok masyarakat yang ada di daerah terminal cenderung bersifat heterogen (majemuk), baik dilihat dari segi asal daerahnya, suku bangsa, agama, dan jenis kelaminnya. Lingkungan terminal terdiri atas para penumpang, sopir, kondektur, kernet, pedagang, yang ada di toko atau kantin kantin terminal maupun para pedagang asongan yang menjajakan dagangannya di terminal.


Salah satu ciri ragam bahasa atau dialek yang biasa digunakan oleh komunitas komunitas tertentu, baik di pasar maupun terminal terminal adalah memiliki idiom idiom serta istilah istilah khusus yang hanya dimengerti oleh anggota anggota komunitas tersebut.


Selain di lingkungan terminal dan pasar, ragam bahasa dan dialek serta istilah istilah khusus tersebut juga digunakan di lingkungan lingkungan lainnya seperti dalam lingkungan pergaulan remaja maupun di lingkungan arisan.


e. Di Lingkungan Arisan


Selain di tempat tempat umum, ragam bahasa serta dialek dialek khusus juga dipakai pada saat acara acara arisan. Apabila arisan tersebut merupakan acara keluarga dan bersifat informal maka bahasa serta dialek yang digunakan adalah bahasa serta dialek daerah (lokal).


Sebaliknya, apabila acara arisan tersebut merupakan pertemuan PKK atau pertemuan RT yang bersifat nonformal maka akan cenderung digunakan bahasa Indonesia diselingi adanya penggunaan bahasa atau dialek daerah. Namun, apabila acara arisan tersebut merupakan acara kantor maka digunakan juga bahasa Indonesia.


3. Macam Macam Bahasa dan Dialek Di Indonesia


a. Bahasa Jawa


Bahasa Jawa tergolong sub keluarga Hesperonesia dari keluarga bahasa Melayu  Polinesia. Bahasa Jawa telah dipelajari dengan saksama oleh sarjana sarjana Inggris, Jerman, dan terutama Belanda.


Pada umumnya mereka menggunakan metode metode filologi dan bukan metode metode linguistik. Bahasa Jawa memiliki suatu sejarah kesusastraan yang dapat dikembalikan pada abad ke-8. Pada masa itu bahasa Jawa telah berkembang melalui beberapa fase yang dapat dibeda bedakan atas dasar beberapa ciri idiomatik yang khas dan beberapa lingkungan kebudayaan yang berbeda beda dari setiap pujangganya.


Dengan demikian kecuali bahasa Jawa sehari hari, masih ada bahasa Jawa kesusastraan yang secara kronologi dapat dibagi ke dalam enam fase sebagai berikut.


1. Bahasa Jawa Kuno yang dipakai dalam prasasti prasasti keraton pada zaman antara abad ke-8 dan ke-10 dipahat pada batu atau diukir pada perunggu, dan bahasa seperti yang dipergunakan dalam karya karya kesusastraan kuno abad ke-10 hingga ke-14. Sebagian kecil dari naskah naskah Jawa Kuno yang kita miliki sekarang dibuat di JawaTengah dan sebagian besar ditulis di Jawa Timur.


2. Bahasa Jawa Kuno yang dipergunakan dalam kesusastraan Jawa Bali Kesusastraan ini ditulis di Bali dan di Lombok sejak abad ke-14. Setelah kedatangan Islam di Jawa Timur, kebudayaan Hindu Jawa pindah ke Bali dan menetap di sana. Bahasa kesusastraan ini hidup terus sampai abad ke-20.


3. Bahasa yang dipergunakan dalam kesusastraan Islam di Jawa Timur Kesusastraan ini ditulis pada zaman berkembangnya kebudayaan Islam yang menggantikan kebudayaan Hindu Jawa di daerah aliran Sungai Brantas dan daerah hilir Sungai Bengawan Solo pada abad ke-16 dan ke-17.


4. Bahasa kesusastraan kebudayaan Jawa Islam di daerah Pesisir Kebudayaan yang berkembang di pusat pusat agama di kota kota pantai utara Pulau Jawa pada abad ke-17 dan ke-18, oleh masyarakat Jawa sendiri disebut kebudayaan Pesisir. Orang Jawa juga membedakan antara kebudayaan Pesisir yang lebih muda, yang berpusat di kota Pelabuhan Cirebon dan suatu kebudayaan Pesisir Timur yang lebih tua yang berpusat di Kota Demak, Kudus, dan Gresik.


5. Bahasa kesusastraan di Kerajaan Mataram Bahasa ini adalah bahasa yang dipakai dalam karya karya kesusastraan para pujangga keraton Kerajaan Mataram pada abad ke-18 dan ke-19. Lingkungan Kerajaan Mataram terletak di daerah aliran Sungai Bengawan Solodi tengah kompleks Pegunungan Merapi, Merbabu, Lawudi Jawa Tengah, di mana bertemu juga lembah Sungai Opakdan Praga.


6. Bahasa Jawa masa kini Bahasa Jawa masa kini adalah bahasa yang dipakai dalam percakapan sehari hari masyarakat Jawa dan dalam buku buku serta surat surat kabar berbahasa Jawa pada abad ke-20 ini.


Hubungan Bahasa dan Dialek : Makna, Kegunaan dalam Komunitas Masyarakat + Jenis/Macam di Indonesia

Karakter  tulisan Jawa “hanacaraka”


b. Bahasa Gayo


Dalam berbagai karangan sering dinyatakan bahwa orang Gayo dan Alas merupakan suatu kesatuan kebudayaan, misalnya saja Van Vollenhoven menggolongkan keduanya dalam satu lingkaran hukum adat. Apabila di lihat dari segi bahasa, pada dasarnya bahasa Gayo dan bahasa Alas berbeda.


Kata kata dan bentuk bahasa Alas banyak dipengaruhi oleh bahasa bahasa, seperti bahasa Karo, Pakpak, Singkil, Aceh, dan Gayo. Jadi, bahasa Gayo hanyalah salah satu bahasa yang turut memengaruhi. Menurut pendapat para ahli dikatakan bahwa bahasa Alas dapat dianggap sebagai dialek ketiga dari bahasa Batak Utara di samping dialek Karo dan Dairi.


Dalam kenyataan, kelompok orang pemakai bahasa Gayo dan kelompok pemakai bahasa Alas, dalam keadaan biasa (sebelum mempelajari lebih dahulu) mereka saling tidak memahami satu dengan yang lain. Namun demikian, tentu saja antara kedua bahasa ini ada unsure unsur persamaan tertentu.


Keadaan yang sama tampak juga antara bahasa Gayo dan bahasa Aceh, meskipun kedua bahasa ini hidup bertetangga. Pengaruh bahasa Aceh mungkin akan lebih banyak dirasakanpada kedua kelompok orang Gayo, yaitu kelompok orang Gayo Seberjadi dan Gayo Kalu.


Hal itu dikarenakan letaknya yang dikelilingi oleh lingkungan bahasa Aceh di samping jumlah pendukungnya yang sangat kecil. Seperti diketahui bahwa orang Gayo terbagi atas beberapa kelompok, yaitu kelompok orang Gayo Lut, Gayo Deret, Gayo Lues, Seberjadi, dan Kalul.


3. Bahasa Tolaki


Penelitian terhadap bahasa Tolaki belum banyak dilakukan oleh para sarjana, kecuali H. Van der Kliftn yang pernah menulis karangan dengan judul Mededelingen Overde Faal van Mekongga.


Ditinjau dari segi lapisan sosial pemakainya, penggunaan bahasa Tolaki, seperti juga kebanyakan bahasa yang lain, tampak bervariasi dalam beberapa gaya. Masyarakat Tolaki sendiri membedakan jenis bahasa Tolaki menjadi tiga, yaitu tulura anakia (bahasa golongan bangsawan), tulura lolo (bahasa golongan menengah), dan tulura ata (bahasa golongan budak).


Bahasa golongan bangsawan adalah bahasa yang dipakai dalam berkomunikasi antara sesama golongan bangsawan. Jika seseorang dari golongan menengah atau golongan budak berbicara kepada seorang golongan bangsawan maka ia juga menggunakan kata kata dalam bahasa golongan bangsawan.


Contoh: bahasa golongan bangsawan, misalnya perkataan: ipetaliando inggomiu mombeihi. Perkataan tersebut dalam bahasa golongan menengah untuk sesamanya akan diucapkan leundo ponga. Contoh lain: ipeekato inggomiu mekoli untuk golongan bangsawan, sedangkan untuk golongan menengah lakoto poiso.


Bahasa bangsawan ini dalam wujudnya penuh dengan aturan sopan santun. Bahasa ini juga disebut bahasa mombokulaloi, bahasa mombeowoso, bahasa metabea, dan bahasa mombonaako. Bahasa bangsawan pada hakikatnya adalah suatu pandangan yang melihat golongan bangsawan sebagai manusia yang lebih dalam banyak hal karena darah keturunannya, ilmunya, dan kekuasaannya yang lebih tinggi.


Bahasa golongan menengah adalah bahasa yang dipakai di kalangan umum masyarakat. Berbeda dengan bahasa golongan bangsawan yang penuh dengan perasaan melebihkan, meninggikan, dan membesarkan. Pada bahasa ini antara pembicara dengan pendengar tak ada perbedaan derajat meskipun berbeda umur dan status sosial dalam masyarakat.


Contoh: bahasa golongan menengah

Leundo atopongga artinya mari kita makan,

akuto moiso artinya saya sudah akan tidur,

imbe nggo lakoamu artinya ke mana hendak kau pergi.


Bahasa golongan budak adalah bahasa yang dipakai dalam kalangan budak. Bahasa ini disebut juga bahasa dalo langgai (bahasa orang orang bodoh), maksudnya bahasa yang kurang mengikuti aturan aturan bahasa umum agar mudah dipahami oleh pendengarnya.


Bahasa ini tampak dalam wujud tulura bendelaki (bahasa gagah tetapi sesungguhnya kosong isinya), tulura magamba (bahasa yang menunjukkan kesombongan), dan dalam wujud tulura teoha-oha (bahasa yang paling kasar kedengarannya sebagai lawan dari bahasa sopan santun, yang berlaku pada bahasa golongan bangsawan).


Contoh bahasa golongan budak:

akuto mongga mearoakuto artinya saya sudah akan makan karena saya sudah lapar

akutolako merumbahako mokomboi songguto artinya saya sudah akan pergi berbaring karena saya sudah mengantuk.


Ditinjau dari segi teknik berbicara dan makna pembicaraan serta maksud dan tujuan pembicaraan, tentu juga ada dalam bahasa Tolaki. Berbagai gaya bahasa, seperti bahasa resmi, bahasa akrab, bahasa kiasan, dan sebagainya. Namun yang khusus dalam bahasa Tolaki adalah bahasa lambang kalo, yaitu bahasa isyarat dengan menggunakan kalo sebagai alat ekspresi dan komunikasi.


Tanpa berkata kata, penerima bahasa lambang kalo telah dapat memahami maksud dan tujuan dari pemakai. Bahasa lambang kalo itu sendiri mengandung makna tertentu.

Comments

Popular posts from this blog

4 Fase Perkembangan Ilmu Antropologi Serta Contohnya

15 Pengertian Kebudayaan Secara Umum, Etimologi dan Menurut Para Ahli

6 Ciri Budaya Lokal di Indonesia Dan Contohnya